Photo Pura Agung Desa Adat Legian
Ki bendesa Wayahan Mas di Dsa Kerobokan mempunyai seorang putra yang bernama Ki Bendesa Mas meninggalkan desa Kerobokan untuk mencari tempat tinggal yang baru kearah selatan karena ingin hidup mandiri terpisah dari orang tuanya. Kepergiannya diikuti oleh 40 orang pengiringnya , ditengah perjalanan mereka banyak menemukan pohon cerme sehingga memutuskan untuk beristirahat sambil makan siang. Setelah itu mereka memetik buah cerme yang karena rasanya asm manis maka daerah itu kemudian dinamakn Karang Manisan. Ditempat itulah beliau kemudian mendirikan perumahan yang baru dengan terlebih dahulu merambah hutan yang banyak ditumbuhi oleh pohon bandil berduri.
Setelah perambasan selesai maka terlebih dahulu ditempat tersebut dibangun Pura Desa dan didekat didekat tempat tersebut kemudian dibangun perumahan untuk Ki Bendesa Mas. Dibawah kepemimpinan Ki Bendesa Mas wilayah tersebut menjadi aman sentosa dan makmur, namun keamanan tersebut menjadi terganggu dengan memburuknya hubungan kerajaan Badung dengan Kerajaan Mengwi.
Sering terjadi pelanggaran batas wilayah oleh warga Mengwi ke wilayah Badung karena adanya Pura Ulun Suwi di desa Jimbaran yang merupakan Pura Leluhiur dariKerajaan Mengwi pada jaman pemerintahan Kyai Agung Maruti pada saat beiau melarikan diri dari Kerajaan Gelgel ke Desa Jimbaran. Melhat perkembangan situasi tersebut maka timbul niat Ki Bendesa Mas untuk menghadap ke Puri Agung Pemecutan utnuk bertemu dengan Ida Bhatara Sakti Raja Pemecutan III.
Singkat cerita beliau sudah berada dhadapan Ida Bhatara Sakti untuk melaporkan keamanan di wilayah Legian dan mohon salah satu Putra Ida Bhatara Sakti agar di tempatkan di wilayah itu untuk menjamin keamanan dan menjadi Kwangen (Penguasa) di wilayah tersebut. Ida Bhatara Sakti menerima permohonan Ki Bendesa Mas dan memerintahkan salah satu Putranya yang bernama Kiyai Lanang Munang untuk membuat perumahan di tempat tersebut.
Kepergian Kiyai Lang Munang diiringi leh Ki Gde Bandem warga Dalem Tarukan, Warga Pasek Gelgel dari Alangkajeng dan Warga Pasek Gelgel dari Desa Pedungan. Kiyai Lanang Munang membangun perumahan disebelah timur jalan menghadap ke barat dan diberi nama Jero Legian dan Kiyai Lanang Munang mengganti namanya menjadi Kiyai Lanang Legian.
Legian asal kata dari Legi yang artinya Manis, maka sejak saat itu karang kemanisan berubah menjadi Desa Legian. Semenjak Kiyai Lanang Legian bersama para pengawalnya berada di Desa Legian maka keamanan bertambah mantap sehingga karena sudah dirasa aman maka Ki Gde Bandem memutuskan untuk pulang kembali ke ke Pemedilan Pemecutan.
Disebelah Timur Desa legian terdapat suatu daerah yang sekarang bernama Margaya yang merupakan asal kata dari Marga dan Aya yang artinya jalan yang berbahaya karena selain ditumbuhi pohon bandil yang sukar dilalui manusia juga tempat tersebut adalah merupakan perbatasan antara Kerajaan Mengwi dan Kerajaan Badung.
Desa Legian merupakan dataran yang rendah sehingga pada waktu musim hujan sering terjadi banjir sehingga Lanang Legian selalu berhalangan hadir di Puri Pemecutan pada saat Pujawali di Pri Agung Pemecutan. Oleh karena itu beliau kemudian membangun tempat pemujaan sendiri bernama Pura Agung untuk memuja leluhurnya yang ada di Pemerajan Agung Puri Pemecutan.
Kiyai Lanang Legian memunyai seorang putri yang cantik jelita bernama I Gusti Istri Legian telah dipinang oleh I Dewa Agung Jambe dari Puri Klungkung. Beliau walaupun sedah berkelaurga belum juga mempunyai keturunan untuk melanjutkan pemerintahan di Kerajaan Klungkung. Peminangan tersebut telah diterima dengan baik dan upacara perkawinan akan dilaksanakan 3 pekan lagi.
Istri I Dewa Agung Jambe yang bernama Anak Agung Istri Plung sebenarnya tidak rela suaminya mengambil istri dari Badung karena berdasarkan pengalaman orang dari badung sulit dikalahkan oleh siapapun dan selalu mendapat tempat paling atas. Oleh karena itu Anak Agung Istri Plung berusaha sekuat tenaga untuk membatalkan perkawinan tersebut.
Diceritakan iringan pengantin putri dari Badung dengan diiringi oleh pengiringnya telah sampai ke pertigaan Bangli sedangkan Kiyai Lanang Legian karena ada keperluan yang mendesak tidak ikut dalam iringan tersebut. Iringan tersebut diminta berhenti di pertigaan tersebut karena sebentar lagi rombongan dari Puri Kelungkung akan datang menjemput.
Tidak beberapa lama datanglah rombongan dari Puri Klungkung menjemput mempelai wanita. Ikut serta pula Anak Agung Istri Plung istri tua I Dewa Agung Jambe. Suasana pada saat itu tidak ada yang mencurigakan karena berjalan dengan aman dan penuh kekeluargaan. Tiga tiba suasana yang tenang tersebut mendadak dikejutkan oleh penyerangan yang dilakukan oleh orang bersenjata lengkap dengan keris terhunus dan menyerang secara membabi buta kearah iringan mempelai Wanita.
Rombongan dari Badung menjadi kalang kabut dan tidak menduga akan adanya serangan tersebut dan berusaha mempertahankan diri dengan senjata yang ada. Karena kalah banyak rombongan dari Badung terdesak dan I Gusti Istri Legian Tewas tertusuk oleh penyerang tersebut sedangkan pengiringnya yang lain berusaha menyelamatkan diri lari berpencar ada yang ke Tabanan dan ada yang Ke Bali.
Pengiringnya tidak berani pulang kembali jero Desa Legian karena takut dihukum akibat lari dari peperangan. Yang lari ke Tabanan membuat perumahan di daerah tersebut diberi nama Desa Siyut yang artinya gelisah karena takut lari dari peperangan dan yang lari ke Bangli membuat perumahan di Desa Tiyingan.
Entah sudah berapa dasawarsa lamanya kejadian tersebut para keturunannya berusaha mencari tahu dari mana sebenarnya asal mereka dan dimana Letak Pura Agung tersebut. Akhirnya didapat informasi bahwa Pura Agung tersebut berada di Legian maka datanglah tiap tiap pujawali di Pura Agung warga dari Desa Siyut Tabanan Ngaturang sembah.
SUMBER : http://inspirasionline1.blogspot.com